Tuesday, October 18, 2022

Sudut Temu

Seperti biasanya, aku mulai hari dengan tergesa. Cuaca cukup cerah pagi ini meski aku memprediksi hujan akan turun di sore atau malam hari. Memang aku tak pandai memprediksi namun tampaknya aku akan benar kali ini. God, ini hari yang kunanti, meski segudang pekerjaan menanti di depan mata, namun pekerjaan hanya bilangan angka dan teka-teki yang akan berujung pada jawaban dan pemecahan masalah.

Huff, satu hal yang takut kuhadapi hari ini adalah, "sudut temu". Ini bukan sudut yang bisa dihitung dengan sin, cos, dan tan. Namun ini adalah sudut pertemuan antara mata dengan mata, senyum dengan senyum, dan tawa dengan tawa. Sudut yang sulit sekali diukur tinggi rendah atau panjang pendeknya. Sudut yang terlalu absurd jika dinilai dengan angka dan bilangan. Mungkin Einstein atau Pythagoras juga tak bisa memecahkan teka-teki ini.

Waktu masih berlarian dan aku pun tiba pada tujuan, tujuan fisik namun bukan kebahagian. Kuletakkan lelah ini dikursi hitam, seperti biasa, tergesa-gesa membuat energi ini terkuras. Aku tolehkan wajah ini ke samping kiri dan, Viola! "sudut temu", suatu yang kuharap, kunanti dan kuprediksi akan terjadi. Namun, kurasa aku menikmati sudut ini sendiri, yup, sendiri pada awal, proses, dan akhirnya. Tidak, aku belum ingin ini berakhir. Ijinkan aku nikmati "sudut temu" ini esok hari, esok hari lagi, dan esok hari lagi. Ijinkan aku sekedar menjadi penikmat guratan senja, atau pelangi setelah hujan reda. Please, I am begging.

Oke, Senjakala tiba, dan tibalah saat yang tak kusuka namun akan coba kunikmati tanpa sisa. Kami berjalan di atas trotoar, berhadapan dengan ganasnya lalu lintas Jakarta, kereta-kereta besi jadi lawan kami. Dalam kebimbangan, kami pilih jalur tengah sebagai pilihan paling rasional. Namun, di jalur ini sulit sekali menemukan "sudut temu", aku hanya memandang dari belakang, curi pandang lalu mengindar. Terdiam aku ditemani spotify, tanpa banyak bicara aku nikmati senja. Meski tak berdua namun patut disyukuri karena semesta mengijinkan, semesta masih mengijinkan, entah sampai kapan.

Dalam KRL ibukota, kita habiskan hari ini. Lagi-lagi, mungkin hanya aku yang menikmati. Tak apa, itu sudah cukup karena aku sadar akan batas. Batas antar lengan yang begitu tipis, batas antar kepercayaan diri yang begitu tinggi. Nah, aku benci diriku yang begini. God, please,..

No comments:

12 Hari Yang Menyiksa

Hai, apa kamu pernah tersiksa dalam rindu? Rindu, iya rindu. R I N D U  Kata itu, lima huruf dengan dua frasa yang sungguh menyiksa. Apakah ...