Thursday, October 20, 2011

Sinopsis S W O T (sumpah ini iseng)

Kisah dua orang mahasiswa cukup semester dalam usaha-usahanya mencari pacar…

Tersebutlah Iis dan Pram. Hidup di lingkungan sebuah kampus ilmu sosial dan politik, dimana waktu efektif kuliah lebih sedikit ketimbang waktu senggang. Dalam 12 jam pagi sampai sore, hanya 4 jam yang di gunakan untuk kuliah (itu pun sudah paling padat). Tak heran mereka cukup cakap dalam bergaul, bergosip, berbengong-bengong, dan tentunya sering pula secara sengaja dan rutin menikmati keindahan dari Nya. Ngecengin perempuan-perempuan kece di kampus. Hanya itu yang mereka bisa, karena untuk memiliki salah satu dari keindahan tersebut merupakan hal yang sulit.

Sebetulnya kedua mahasiswa tersebut adalah mahasiswa yang cukup cerdas dan bersemangat. Bersemangat saat tahun ajaran baru, mengamati dan mengomentari perkembangan perempuan-perempuan dari tahun ke tahun. Cerdas mengimplementasikan ilmu yang mereka dapat di kelas dalam usaha mendapatkan kekasih hati.

Taat metodologi itulah prinsip mereka, karena mereka hidup di dunia kampus, dunia dimana hal-hal yang rasional dan ilmiah yang dapat di terima (seenggaknya begitulah menurut mereka). Berikut adalah metode, alat analisis, dan usaha mereka dalam mendapatkan pacar.

 Pengamatan
Dilakukan penuh semangat oleh mereka saat awal semester baru. Dimana banyak perempuan-perempuan muda yang masih segar berkeliaran di kampus (mahasiswi baru). Bangun pagi meski tak ada kuliah, berangkat ke kampus dengan dandanan dan kerapihan yang maksimal untuk sekedar tebar pesona (walaupun mereka gak punya pesona apapun).
Mengamati dengan detail tiap mahasiswi baru, dan memilah-milah mana yang bisa membuat jantung mereka bergetar. Biasanya dengan cepat mereka akan mendapatkan mahasiswi mana yang “gw banget” untuk di bawa ke forum yang lebih serius lagi. Forum diskusi dengan para akademis dan aktifis kampus untuk membuat kajian strategi yang akan mereka lakukan dalam rencana tindak lanjut.

 Kajian Strategi (SWOT)
Setelah pengamatan yang detail, Iis dan Pram akan selalu melibatkan teman-temannya dalam melakukan analisis. Menentukan strategi apa yang akan digunakan untuk mendekati sang pujaan hati. Dengan metode SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat), metode analisis organisasi yang di terapkan dalam kehidupan pribadi. Mulai dari mencari tahu kekuatan diri sendiri, kelemahan diri sendiri, peluang yang bisa didapatkan, serta ancaman yang akan terjadi.
Dalam melakukan kajian strategi ini biasanya mereka akan dipimpin oleh salah seorang teman yang ahli dalam SWOT. Dan beberapa teman lain untuk menambah masukan-masukan. Tentu saja dalam suasana serius yang ceria di temani minuman hangat khas daerah setempat.

Kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman mereka yang hampir sama tidak menyulitkan dalam melakukan analisis. Seperti kekuatan mereka hanyalah:
• Lucu
• Mudah bergaul
• Perhatian
• Menonjol di lingkungan kegiatan dan organisasi kampus

Kelemahan mereka yang lumayan banyak dan sangat sama seperti:
• Tampang, jauh dari kesan tampan
• Kere, sering kekurangan uang, dan hobi menghutang
• Tidak punya kendaraan pribadi untuk menunjang mobilitas mereka dalam
menjalin hubungan
• Peminum (jika tidak dapat dikatakan pemabuk)
• Tidak menonjol dalam hal akademis
• Jarang mandi
• Jarang rapih,
• Sering lebay sehingga tak dapat memposisikan diri di hadapan pujaan hati
• Kurang pede, dan masih banyak lagi

Peluang mereka pun tampaknya sedikit, seperti:
• Punya banyak teman, mulai dari aktifis, akademisi, musisi, seniman, tukang
rames, tukang becak, pemuda-pemudi sekitar kampus, dan sebagainya

Ancaman mereka:
• Pengaruh zaman yang semakin modern
• Saingan yang lebih, dalam segala hal ketimbang mereka. Lebih banget malah
kekuatannya. Mulai dari fisik, harta, bahkan kepribadian yang sangat
menarik

 Proses Menjalankan Strategi yang Sudah dibahas
Karena Iis dan Pram hampir mempunyai kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang hampir sama,. Maka tidak sulit menemukan strategi untuk mereka berdua. Seperti, mereka di tuntut lebih kreatif buah dari seringnya mereka berinteraksi oleh individu-individu dari berbagai golongan. Dapat memanfaatkan banyaknya teman, seperti meminjam barang-barang yang menunjang perjuangan mereka untuk mendapatkan pacar. Minta pertolongan teman-teman ketika ‘ancaman’ mereka telah menjadi ancaman yang benar-benar mengancam keselamatan mereka.

Gaya Iis dan Pram pun tak banyak berbeda dalam menjalankan strateginya dalam mencari pacar. Ciri khas Iis adalah sering sekali salah persepsi dan salah melangkah. Iis adalah seorang aktor teater handal yang mampu membuat para perempuan menahan napas dan terkagum-kagum padanya, tapi hanya pada saat Iis sedang berada di atas panggung. Banyak perempuan yang mendekatinya, dengan maksud berteman. Hanya teman, tidak lebih. Sampai akhirnya kundur jatuh hati pada salah satu perempuan tersebut. Kita sebut saja ‘Kamboja’.

Standarlah gaya Iis dalam mendekati sang ‘Kamboja’. Sering smsan, sering bercanda, dan saling memberikan perhatian. Hampir dipastikan kundur tetap menjadi dirinya sendiri. Yang fatal adalah bahwa kundur menyukai seorang perempuan yang sudah mempunyai pacar. Kundur pun mengetahui hal itu dan memaksakan dirinya pula untuk tetap mendekati perempuan tersebut. Hasilnya, hanyalah sakit hati yg sulit terobati…anyiiiing…wasit goblog…!!! (wonge nulis dewek kie)
Lain ladang lain belalang, lain juga apa yang dialami Pram. Ketimbang Iis, Pram lebih perhitungan dalam menjalankan strategi-strategi yang telah dibuat. Tipikal Pram adalah menunggu moment. Cenderung pasif, gagap, takut, dan hanya memikirkan saja, tanpa di lanjuti tindakan konkret.

Sebut saja ‘Melati’, perempuan yang di dekati Pram adalah seorang perempuan yang lebih senang berkutat dengan kuliah., ujian, dan tugas. Sosok perempuan yang tampaknya tomboy dan berwawasan luas. Sering salah tingkah adalah hal yang pasti terjadi ketika Pram berjumpa dengan ‘Melati’, yang akhirnya malah membuat sang ‘Melati’ muak, dan ifeel. Sangat mengganggu, ketika Pram sms sang ‘Melati’. Karena saat Pram melancarkan serangan sms, rupanya sang ‘Melati’ sedang belajar untuk menghadapi cobaan hidup, yaitu ujian, atau saat Pram sms saat dia sedang mengerjakan tugas-tugasnya. Alhasil, tertutuplah pintu hati sang ‘Melati’ untuk Pram. Rasa muak tampaknya telah menguasai hati sang ‘melati’, hingga Pram pun sakit hati. Lagi… dan lagi….

 Evaluasi
Proses yang penuh canda, kebahagia, perjuangan, dan di akhiri dengan derai air mata dan hati tersayat-sayat telah di lalui Iis dan Pram. Kegagalan adalah hasil akhir yang diperoleh mahasiswa cukup umur ini. kembalilah mereka berdua pada kenyataan bahwa akhirnya mereka tetap sendiri. Evaluasinya:
1. Iis dan Pram kurang percaya diri. Mereka berdua cenderung selalu melupakan bahwa sebetulnya mereka memiliki kemampuan yang bisa di tonjolkan untuk memikat hati para perempuan.
2. Tidak dapat menguasai emosi diri sendiri. Alhasil mereka malah di mainkan emosinya oleh para perempuan yang mereka dekati. Seperti uringa-uringan kalau smsnya tak di balas, dan akhirnya mereka memaksa untuk sms, dan tenyata waktunya tidak tepat.
3. Bahasa verbal dan bahasa tubuh mereka sering kelewatan, akhirnya membuat perempuan yang di dekati merasa muak alias ilfeel.
4. Terlalu takut kehilangan, padahal perempuan tak cuma dia masih ada dua milyar dua puluh satu. Akhirnya mereka tak dapat berpikir jernih seperti saat di forum diskusi. Karena perasaan itu, mereka secara tidak sadar salah menerapkan strategi yang telah dibuat kawan-kawannya.
5. Mempertanyakan kembali, apakah sebetulnya hal-hal yang logis dan ilmiah tidak dapat di masukan kedalam hubungan yang bersifat rasa.
Inilah sekelumit cerita perjalanan dua anak manusia yang coba menerapkan ilmu pengetahuan yang bersifat rasional dan penuh perhitungan, kedalam kehidupan pribadi yang penuh rasa dan perasaan.

“mencintai adalah sesuatu yang tidak sulit tapi merasakan cinta adalah hal yang tersulit dalam hidup ini”


SEKIAN…..dan SALAM OLAHRAGA…..!!!!





NB: demikian adalah coretan iseng bersama dua orang teman saat kuliah. Ini saya temukan disalah satu folder di Netbook saya. Entah kenapa ingin saya publikasikan. Barangkali saya ingin beromantisme saja.

Tuesday, October 18, 2011

Diperam Saja

Siang tadi cukup panas namum kita dapat mengurai dalam tawa. Berjalan dengan sabar, bicara tanpa nanar. Tidakkah itu menyenangkan? Lalu semua berubah, senjakala tiba, bagai amok kapak tawa hilang dalam diam. Suara-suara teredam tanpa sedikit umpatan. Hati, barang mahal yang sulit dikendalikan mesti dicoba, dan wajah menunjukkan aku tak rela. Ah, dalam upaya dan usaha, aku kalah malam ini. Aku kalah oleh ego dan keinginan untuk sedikit dihargai. Bukan haram, tapi tunda, paling tidak sampai aku tidak mendengar percakapan malam tanpa bintang. Tidak salah, hanya aku yang belum mampu mengalah dalam marah.
Noda hitam dalam rentetan sejarah menjadi tak tabu kala tawa menjelaskan segalanya. Lalu urutan waktu akan membuat aku terbelakang dalam barisan warna. Bukan kata 'oh' atau 'ya'. Bukan pula kondisi atau peristiwa dari awal dan akhir. Tapi rentetan kalimat penjelasan sebelum tanya.

Cerita perjalanan Pulang


Pukul 18:30, sementara bus kota memacu adrenalin dalam hujan. Bapak tua mengobral kata menjajakkan tasbih dan juga juz'ama lalu tiba-tiba ibu tua menggendong anaknya ambil kendali. Menyalakan soundsystem sederhana lalu dangdut pun meraja. Berdendang ia tanpa tahu nada, ditemani sikecil pertama membagikan amplop kosong agar terisi, dan si ragil menyenyakan diri di gendongan sang ibu penyanyi dangdut. Pertarungan pasar yang luar biasa. Bergantian, penumpang diberondong tawaran barang, dari snack buatan pabrik sampai tahu sumedang hangat. Pertarungan luar biasa, didalam hujan semua menggumam ketika si penumpang acuh tak acuh. Apa mau dikata, sebagian pekerja kantoran melepaskan lelah dibahu senja. Ah, ini hidup. Kadang pasang kadang surut.

Namaku Di

Namaku Di, bahkan aku lupa apa lengkapnya. Usiaku 24 tahun. Pada usia 10 tahun, aku mendapati bahwa aku ternyata lelaki tulen seperti kebanyakan lelaki umumnya meskipun mimpi basah pertamaku baru aku alami pada usia 14 tahun. Namaku Di, saat usia 10 tahun aku hobby bermain layang-layang dan takut menyalakan petasan, bahkan kali pertama aku berani menyalakan korek api gas adalah saat usiaku 22 tahun itupun karena kondisi terjepit.
Aku ingat layang-layang pertama yang aku terbangkan putus saat adu jotos, aku kejar, berlari seperti babi hutan yang kelaparan, menyebrang jalan tanpa awas aku berhasil hindari mobil tapi justru menabrak gadis manis. Ku pikir ia akan jadi jodohku, ternyata tidak.
Namaku Di, bahkan aku lupa lengkapnya apa. Aku sering bermain boneka dan patung super hero kacangan. Teman SD ku mengatakan aku banci tapi di SMP aku disegani. Aku ingat, cinta monyet pertamaku, aku sapa ia buntut kuda. Tak pernah berawal tak juga berakhir, aku putuskan kencani siswa kelas 2 sementara aku kelas 1, bukan aku yang mulai, tapi tak apa dan kasian tak berlangsung lama. Puberku begitu cepat, usia 13 sudah diajak menonton blue film dirumah teman. Pembantunya kita suruh pergi, agar kami bisa asik ereksi.
Namaku Di, kisah hidupku tak cukup manis tak juga terlampau pahit, aku pernah memaki ayahku, kami berseteru, nyaris adu jotos. Ibu menatap sendu, adik diam wajahnya ungu. Aku Di, memutuskan cinta Ibu dan adikku tapi tidak ayahku.
Namaku Di, sebagai mahasiswa aku digilai, mereka bilang aku homo, tapi tidak juga karena aku sanggup ereksi melihat pantat dan dada wanita. Aku ingat, namaku Di tercatat sebagai penjaga neraka dunia. Akrab dengan dunia malam tapi tak gemerlap juga tanpa vodka atau minuman mahal lainnya, aku cukup menenggak anggur merah atau ciu ala kadarnya. Hangat diantara angin malam yang menyiksa. Masa mahasiswa masa bahagia, karena karir asmaraku terang benderang, gonta ganti pacar hobbyku. Bersama teman cari mangsa bukan untuk dilahap atau dikencani. Akan tetapi dipelajari dan diracuni, bukan dengan dogma dogma, tapi cukup sandiwara. Karena aku aktor, tapi gagal aku beralih jadi sastrawan. Miskin karya aku tak mau jadi sastrawan, tugasnya berat. Lebih baik jadi karyawan, tinggal kerja dan tunggu tanggal gajian.
Namaku Di, berkali-kali aku buat pilihan dungu dalam hidup. Namaku Di, bahkan aku lupa apa lengkapnya.

Mula dan Akhir: sebuah refleksi anomali


Bagaimana bisa akhir tanpa mula? demikian bisik salah satu tokoh dalam kehidupan. Kemudian tokoh lain menimpali, awal dan akhir adalah keniscayaan. Keduanya berhimpitan seperti dua sisi mata uang. Wajah keduanya pun berbeda dan selelu berubah. Awal yang terlihat tidak selalu seperti awal yang sebenarnya. Demikian juga akhir, hal yang berjalan dengan hampa dan kosong itu sama saja dengan akhir, hanya saja tinggal menunggu tanda baca titik sebagai formalitas hubungan sebab akibat.
Lalu apakah akhir akan menjadi mula kembali? Tokoh pertama bertanya, dan bak gayung bersambut tokoh lainnya ikut menimpali. Segala ada akan menuju ketiadaan, dan ada berasal dari ketiadaan. Semua adalah siklus dari misteri Tuhan yang kita tidak tau pasti. Sesuatu yang sudah berakhir secara resmi atau belum secara resmi, bukan tak mungin akan kembali ke awal, tapi awal yang bagaimana tak seorangpun tahu. Bisa sama dengan awal sebelumnya bisa juga tidak, itu tergantung dari itikad dan niatan dari sesuatu. Ini bagian dari reinkarnasi kalau kau mau tahu. Saat ini kau jadi manusia esok kau bisa jadi mutan dengan taring besar, kuku tajam, dan kulit kasar. Dulu kau disuka kemudian kau dihina. Ah, siklus awal dan akhir siapa yang tahu. Meski berpikir untuk seribu tahun lagi tapi ternyata malam tadi dewa kematian datang dan menghisap harapan dan impian, lantas, apa mau dikata? Jalani saja dengan isi atau bahkan dengan kosong. Akhir akan datang dengan sendirinya. Meski dengan koma atau titik, semua selesai, habis perkara

Shoegaze dan Sugestinya


Shoegaze, atau dikenal juga sebagai Shoegazing adalah fusi dari genre music post-metal dan post-rock. Aliran ini muncul pertama kali di Inggris sekitar tahun 1980an. Aliran musik yang mengedepankan distorsi dan effect dari pedal gitar ini dinamakan shoegazing adalah karena ketika memainkan alat musik di atas panggung, kerap sang pemain gitar memainkan gitarnya sambil diam berdiri sambil menatap (gazing) kaki (shoe) mereka untuk memainkan efek gitar melalui pedal yang mereka kontrol lewat injakan kaki. Aksi panggung seperti ini juga dianggap instropektif dan non-konfrontatif karena pemain musik hanya berdiri dengan tenang sambil mengajak penonton mendengarkan musik yang dimainkan secara reflektif. Aksi menatap (gazing) sepatu(shoe) selama konser diatas panggung inilah yang kemudian memunculkan nama shoegazing atau shoegaze sebagai salah satu genre musik.
Aliran musik shoegaze di Indonesia sendiri tampaknya menjadi sub-kultur dari aliran musik populer yang sudah mapan. Shoegaze akhirnya berjalan tertatih-tatih diranah indie. Genre ini kebanyakan bergelora di kelompok-kelompok muda tertentu dan tidak semua masyarakat remaja tau mengenai keberadaan musik ini. Saya sendiri, sebagai penggemar musik shoegaze dianggap berbeda dan memiliki selera musik yang aneh dikantor tempat saya bekerja. Shoegaze yang saya dengarkan dikala senggang dalam rutinitas kantor diasingkan begitu saja diantara jejalan lagu Armada, Dewa, Padi, Lyla, D’masive ataupun ST12. Alhasil saya hanya bisa menjadi autis jika ingin shoegazing dikantor saya dengan memasang headset dan mengatur volume pemutar musik sekencang-kencangnya agar shoegaze bisa benar-benar merangsak kedalam otak saya.

“Individual life” band yang menyebut musiknya sebagai pop instrumentalia tersebut adalah band pertama yang memperkenalkan saya pada jenis aliran yang lebih dikenal dengan aliran shoegaze. Saat mendengarkan musik yang dimainkan oleh “individual life” bulu kuduk saya benar-benar berdiri dan saat itu rasanya ingin berteriak karena ada suatu dorongan untuk berontak akan suatu hal yang terangsang oleh alunan musik shoegaze. Semenjak itu saya jatuh cinta dengan shoegaze. Shoegaze adalah obat terapi yang dapat menyembuhkan segala keluh kesah hati.
Keteraturan yang terbentuk dari ketidakteraturan melodi yang tercipta menjadikan shoegaze sebagai semacam candu bagi saya. Semangat pemberontakan, kegamangan, nada satire, serta alunan nyinyir dalam shoegaze senantiasa dapat mengobati rasa gundah dan resah. Misalnya alunan Fragile yang dibawakan God is an Astronout atau Ivo milik Cocteau Twins yang selalu menjadi obat penawar resah dengan nada yang mendayu dengan lengkingan vocal yang membuat diri ini seperti berada dalam ruang yang begitu damai. Shoegaze juga –alih-alih- menjauhkan diri saya dari kebosanan akan rutinitas dan deraan musik mainstream yang tidak memberikan pencerahan.

Pencerahan, saya garis bawahi kata ini. Shoegaze, hampir selalu memberi saya rangsangan pada otak untuk berpikir keras untuk memecahkan berbagai masalah yang saya hadapi. Musik shoegaze memang tidak konfrontatif dalam aksi panggung. Namun lewat pilihan nada, pengaturan jenis suara dan irama yang disatukan menjadi sangat konfrontatif dan reflektif ketika didengarkan dalam kondisi tertentu. Terkadang saya merasa dalam titik nadir dan ingin bunuh diri perlahan ketika mendengar alunan shoegaze, misalnya ketika saya dengarkan Alice yang dibawakan Cocteau Twins atau Like Herod yang dimainkan Mogwai.
Di kesempatan lain, saya begitu sumringah ataupun ingin berteriak sekencang-kencangnya ketika telinga ini sedang mendengar shoegaze. Inilah efek yang saya rasakan ketika mendengarkan shoegaze. Disadari atau tidak, saya benar-benar kecanduan dengan shoegaze dan shoegaze menjadi salah satu bagian terpenting bagi hidup saya meskipun saya bukan pemusik dan hanya penikmat saja. Terserah orang bilang saya autis atau aneh, yang pasti dengan shoegaze saya bisa hidup dan mengatur ritme hidup agar senantiasa seimbang.

Sunday, October 16, 2011

P R I T A

Dalam sebuah kesempatan kantor saya membuat sebuah lomba penulisan puisi yang mengandung kata atau istilah yang biasa digunakan di kantor saya yang bergerak dalam jasa perbankan. Tidak ada niat pada awalnya untuk mengikuti lomba itu, namun apa boleh buat, seorang supervisor meminta saya membuat agar lomba makin ramai dan menarik. Kemudian kembalilah saya ke meja kerja saya dan kemudian jari-jari mulai menari dan jadilah maka jadilah puisi ini..

Puisi ini adalah puisi yang based on true story, dimana ini mengisahkan tentang awal perjumpaan saya dengan seorang perempuan yang sampai saat ini terposting masih setia mendampingi saya.

Entah kenapa puisi menjadi pemenang dalam lomba penulisan puisi itu.
ini puisinya


Tidakkah kau ingat saat kita bertemu sayang
Diantara row warna hijau, biru, kuning, dan merah
Kau tersenyum saat transfer nasabah kepadaku
Namun kubalas dengan memicingkan mata karena qiewing melanda
Sebab ku baru tau bahwa kau cso perbankan sedangkan aku kartu kredit

Prita,
Nama itu selalu berdengung ditelingaku
Seperti dering-dering avaya yang memanggil bersahutan
Seperti pertanyaan cardholder dan nasabah
Bertubi-tubi, siang dan malam
Dua puluh empat jam
Tujuh hari dalam seminggu

Prita,
Gadis munggil dengan tahi lalat hitam di sudut bibirnya
Menambah manis senyumnya dan begitu nice saat bicara
Olala, hatiku problem dibuatnya
Runtime error! Runtime error!
Begitu rasanya saat kami bertegur sapa dalam greeting pagi yang sederhana
Runtime error! Runtime error!
Inikah rasanya jatuh cinta
Rasanya seperti dapat nilai 88
Seperti pujian nasabah
Aih aih, berbunga-bunga

Waktu berlalu dengan cepat
Dua kali pengajuan dalam enam bulan belakangan
Cintaku ditolak
Mungkin saldo cintaku belum mencukupi
Atau barangkali aku terbilang memiliki respon yang lambat
Aih, aku belum menyerah
Dan harus buktikan limit cintaku tak terbatas
Meski responnya love cannot be display...
Oh no,... please try again

Bulan berikutnya
Aku coba improve
Aku kuatkan product knowledge akan dirinya
Aku tata kalimat-kalimat sympati agar menjadi NPS cinta yang sempurna
Barangkali aku membutuhkan password untuk membuka hatinya
Yang akan mengidentifikasi bahwa aku dan kau akan terkoneksi dalam satu hati

Dua belas September dua ribu sepuluh
Pukul enam belas lewat tigapuluh menit waktu sistemBCA
Satu hari sebelum aku menjadi cso prioritas
PRITA, telah menjadi PRIoritas uTama sAya

-dimas, 06102011-

Saturday, October 15, 2011

(mimpi saya semalam-aneh)

PINTU TERTUTUP

Pagi ini aku malas sekali untuk membuka mata. Entah mengapa aku merasa ada sebuah beban berat dibagian bawah kelopak mataku. Lima menit berlalu, aku masih malas untuk membuka mata, lalu aku putuskan untuk memikirkan apa saya yang ingin aku lakukan di akhir minggu ini. Saat sedang asiknya berencana didalam kepala tiba-tiba pintu apartemenku berbunyi, seperti ada seseorang yang mengetuk dari pintu bagian luar.
Aku merupakan anak laki-laki satu-satunya dari seorang pengusaha kaya dikota Jakarta. Setelah lulus sekolah menengah atas dan terdaftar sebagai salah satu mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta aku memutuskan untuk tinggal di apartemen yang dibelikan oleh ayahku. Awalnya, ayah sangat menentang keputusanku untuk tinggal di apartemen, namun dengan seribu satu alasan yang mengada-ngada aku berhasil meyakinkan ayahku untuk mengijinkanku tinggal di apartemen. Salah satu alasan yang berhasil meluluh lantahkan keyakinan ayahku adalah, aku ingin mandiri. “hahahahahahhaa” aku tertawa dalam hati, “mandiri dari mana?” pikirku. Apartemen ini saja masih diberi oleh ayahku. Uang jajan, biaya kuliah, semuanya adalah pemberian ayahku. Jadi, kemandirianku ini boleh diistilahkan dengan ‘semi-mandiri’.
TOK! TOK! TOK! Sekali lagi pintu apartemenku berbunyi seperti orang yang sudah tidak sabar untuk masuk dan menyergap. Meski demikian, aku tak langsung membukakan pintu, aku justru mengingat-ingat apakah aku berjanji untuk bertemu orang hari ini. Satu menit berlalu, karena tak ingat aku lantas menyerah dan bangun dari tempat tidur dan menuju ke pintu apartemenku.
Sesampainya di depan pintu aku tak langsung membukakan pintu, tapi mengintip dari lubang intip dihadapanku. Saat itu aku melihat seorang perempuan muda yang cantik, kulitnya putih mulus dengan riasan halus diwajahnya yang membuat ia tampak segar.
“Siapa?” aku bertanya padanya. Lalu ia menjawab “ini aku, Ros. Cepat bukakan pintu!” “Ros?” aku bertanya dalam hati. Aku tak pernah mengenal seorang perempuan yang bernama Ros, lagipula wajahnya begitu asing bagiku. “Pernahkah kita bertemu sebelumnya? Tampaknya aku tak mengenalmu.” Aku coba bertanya lagi. “Kau jangan berlagak tidak ingat fred! Kita sudah lama saling kenal. Semalam saja kita baru bertemu. Apakah kau tidak ingat?” Aku makin bertanya-tanya dalam hati. Mengapa dia tahu namaku, seingatku aku tidak kemana-mana tadi malam, aku menghabiskan malam tadi dengan menonton DVD di apartemenku. Selain itu, tak ada seorang pun yang bertamu bahkan menghubungi ponselku.
Aku makin ragu untuk membuka pintu. Aku takut bahwa perempuan itu hanya ingin mengerjai atau melakukan sesuatu yang buruk padaku seperti banyak pembunuhan yang terjadi di beberapa apartemen di kota Jakarta ini. “Fred ayolah, aku sudah lama berdiri didepan sini. Cepatlah buka pintu, aku ingin masuk. Kau lupa akan janji kita malam tadi? Kau sudah berjanji untuk menemuiku pagi ini.” perempuan itu coba meyakinkanku sekali lagi. “Aku sudah mencoba berpikir dan mengingat-ingat, tapi seingatku semalam aku tidak bepergian dan tidak bertemu siapapun. Aku hanya menghabiskan waktu nonton DVD diapartemen ini” jawabku.
Perempuan itu diam sejenak, aku masih menatapnya dari lubang intip. Dia tampak sedang berpikir kelas, mungkin dia sedang merencanakan sebuah strategi agar aku mau membukakan pintu untuknya. Berkali-kali dia juga menatap jam tangannya dan juga membuka ponselnya, sesekali dia menyebut namaku dengan nada memelas berharap aku mau membukakan pintu untuknya. Namun aku tak bergeming, aku masih terbayang berbagai berita di televisi mengenai pembunuhan-pembunuhan di beberapa apartemen di Jakarta. Bisa saja, disuatu tempat di bagian lain apartemen ini temannya sedang bersembunyi dan menunggu kode dari perempuan dibalik pintu ini untuk kemudian menyergapku dan melakukan hal buruk padaku.
“Baik Fred aku pergi, hari ini kau bisa berpura-pura lupa padaku setelah apa yang telah kita lakukan di hari sebelumnya. Tapi pintu ini tidak terlalu kokoh untuk debu agar bisa masuk kedalam. Aku pulang fred” lalu perempuan itu pergi meninggalkan rasa penasaran yang luar biasa pada diriku. Disisi lain, aku merasa lega karena tidak ada hal buruk yang terjadi pada diriku.

(ini gambaran mimpi yang baru saja saya alami, mimpi ini tidak pernah selesai dan takkan pernah selesai, demikian juga ceritanya –aneh ya)

1000, 500, dan 100

Seekor berang-berang mendapati dirinya terbangun disebuah padang tandus dimana tidak ada sebuah pohon yang hijau dan terlihat segar. Berang-berang itu berjalan kesebuah arah yang bahkan dia tidak tahu pasti itu barat, timur, utara atau selatan. Dia hanya berjalan mengikuti kata hatinya. Setiap dia langkah yang dia lakukan selalu dia hitung. Dia pikir paling tidak itu bisa mengukur sudah sejauh mana dia berjalan. Sampai pada langkah ke keseribu dia berhenti. Matanya coba dia arahkan keseluruh penjuru untuk melihat apakah ada kehidupan lain selain dirinya. Sungguh kecewa karena pada langkah keseribu dia belum juga menemukan makhluk hidup lain selain dirinya.

Dahaga mulai menguasai dirinya, kepalanya agak pusing saking dehidrasinya. Kemudian dia kembali berjalan, namun bukan menuju arah yang sama, tetapi sedikit berbelok kearah kiri. Dia masih menghitung dari awal tiap langkah yang dia lakukan. Sampai dengan langkah keseribu si berang-berang berhenti dan menatap sekeliling, mata liar dan kepalanya masih saja pusing. Dia bungkukkan badannya, dan dia mulai menggaruk-garuk tanah dengan kukunya yang tajam. Tanah yang dia garuk semakin lama menjadi lubang besar, setiap kali si berang-berang menggaruk tanah dia selalu menghitung sampai dengan garukan kelima ratus dia berhenti dan mencoba mengukur sudah sedalam mana garukannya. Cukup dalam pikirnya. Lalu dia berdiri, mencoba mencari kehidupan lain selain dirinya. Nihil. Hanya kosong yang dia dapat.

Si berang-berang sedang duduk disebelah lubang besar yang berhasil dia garuk tadi. Dia menatap tubuhnya yang begitu kotor dan kering. Kepalanya makin pusing, dan kini dia sedang menghitung setiap nafasnya. Dia terus menghitung nafasnya dan kepalanya makin pusing, pandangannya mulai kabur. Namun dia masih punya energi untuk menghitung. Menghitung setiap nafasnya. Tubuhnya melemas drastis dan dia hanya ingin berbaring ditempat yang nyaman. Dipilihalah lubang yang dia garuk tadi. Pas dengan ukuran tubuhnya, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Sampai dengan hitungan ke seratus nafasnya terhenti dan dia sudah tidak bisa menghitung lagi.

12 Hari Yang Menyiksa

Hai, apa kamu pernah tersiksa dalam rindu? Rindu, iya rindu. R I N D U  Kata itu, lima huruf dengan dua frasa yang sungguh menyiksa. Apakah ...