Saturday, October 15, 2011

1000, 500, dan 100

Seekor berang-berang mendapati dirinya terbangun disebuah padang tandus dimana tidak ada sebuah pohon yang hijau dan terlihat segar. Berang-berang itu berjalan kesebuah arah yang bahkan dia tidak tahu pasti itu barat, timur, utara atau selatan. Dia hanya berjalan mengikuti kata hatinya. Setiap dia langkah yang dia lakukan selalu dia hitung. Dia pikir paling tidak itu bisa mengukur sudah sejauh mana dia berjalan. Sampai pada langkah ke keseribu dia berhenti. Matanya coba dia arahkan keseluruh penjuru untuk melihat apakah ada kehidupan lain selain dirinya. Sungguh kecewa karena pada langkah keseribu dia belum juga menemukan makhluk hidup lain selain dirinya.

Dahaga mulai menguasai dirinya, kepalanya agak pusing saking dehidrasinya. Kemudian dia kembali berjalan, namun bukan menuju arah yang sama, tetapi sedikit berbelok kearah kiri. Dia masih menghitung dari awal tiap langkah yang dia lakukan. Sampai dengan langkah keseribu si berang-berang berhenti dan menatap sekeliling, mata liar dan kepalanya masih saja pusing. Dia bungkukkan badannya, dan dia mulai menggaruk-garuk tanah dengan kukunya yang tajam. Tanah yang dia garuk semakin lama menjadi lubang besar, setiap kali si berang-berang menggaruk tanah dia selalu menghitung sampai dengan garukan kelima ratus dia berhenti dan mencoba mengukur sudah sedalam mana garukannya. Cukup dalam pikirnya. Lalu dia berdiri, mencoba mencari kehidupan lain selain dirinya. Nihil. Hanya kosong yang dia dapat.

Si berang-berang sedang duduk disebelah lubang besar yang berhasil dia garuk tadi. Dia menatap tubuhnya yang begitu kotor dan kering. Kepalanya makin pusing, dan kini dia sedang menghitung setiap nafasnya. Dia terus menghitung nafasnya dan kepalanya makin pusing, pandangannya mulai kabur. Namun dia masih punya energi untuk menghitung. Menghitung setiap nafasnya. Tubuhnya melemas drastis dan dia hanya ingin berbaring ditempat yang nyaman. Dipilihalah lubang yang dia garuk tadi. Pas dengan ukuran tubuhnya, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Sampai dengan hitungan ke seratus nafasnya terhenti dan dia sudah tidak bisa menghitung lagi.

1 comment:

Anonymous said...

kalimatnya memang berat dan dalam,, tapi maknanya bagus banget.. terus gan,, tulis lagi tulis lagi

12 Hari Yang Menyiksa

Hai, apa kamu pernah tersiksa dalam rindu? Rindu, iya rindu. R I N D U  Kata itu, lima huruf dengan dua frasa yang sungguh menyiksa. Apakah ...