Tuesday, October 18, 2011

Shoegaze dan Sugestinya


Shoegaze, atau dikenal juga sebagai Shoegazing adalah fusi dari genre music post-metal dan post-rock. Aliran ini muncul pertama kali di Inggris sekitar tahun 1980an. Aliran musik yang mengedepankan distorsi dan effect dari pedal gitar ini dinamakan shoegazing adalah karena ketika memainkan alat musik di atas panggung, kerap sang pemain gitar memainkan gitarnya sambil diam berdiri sambil menatap (gazing) kaki (shoe) mereka untuk memainkan efek gitar melalui pedal yang mereka kontrol lewat injakan kaki. Aksi panggung seperti ini juga dianggap instropektif dan non-konfrontatif karena pemain musik hanya berdiri dengan tenang sambil mengajak penonton mendengarkan musik yang dimainkan secara reflektif. Aksi menatap (gazing) sepatu(shoe) selama konser diatas panggung inilah yang kemudian memunculkan nama shoegazing atau shoegaze sebagai salah satu genre musik.
Aliran musik shoegaze di Indonesia sendiri tampaknya menjadi sub-kultur dari aliran musik populer yang sudah mapan. Shoegaze akhirnya berjalan tertatih-tatih diranah indie. Genre ini kebanyakan bergelora di kelompok-kelompok muda tertentu dan tidak semua masyarakat remaja tau mengenai keberadaan musik ini. Saya sendiri, sebagai penggemar musik shoegaze dianggap berbeda dan memiliki selera musik yang aneh dikantor tempat saya bekerja. Shoegaze yang saya dengarkan dikala senggang dalam rutinitas kantor diasingkan begitu saja diantara jejalan lagu Armada, Dewa, Padi, Lyla, D’masive ataupun ST12. Alhasil saya hanya bisa menjadi autis jika ingin shoegazing dikantor saya dengan memasang headset dan mengatur volume pemutar musik sekencang-kencangnya agar shoegaze bisa benar-benar merangsak kedalam otak saya.

“Individual life” band yang menyebut musiknya sebagai pop instrumentalia tersebut adalah band pertama yang memperkenalkan saya pada jenis aliran yang lebih dikenal dengan aliran shoegaze. Saat mendengarkan musik yang dimainkan oleh “individual life” bulu kuduk saya benar-benar berdiri dan saat itu rasanya ingin berteriak karena ada suatu dorongan untuk berontak akan suatu hal yang terangsang oleh alunan musik shoegaze. Semenjak itu saya jatuh cinta dengan shoegaze. Shoegaze adalah obat terapi yang dapat menyembuhkan segala keluh kesah hati.
Keteraturan yang terbentuk dari ketidakteraturan melodi yang tercipta menjadikan shoegaze sebagai semacam candu bagi saya. Semangat pemberontakan, kegamangan, nada satire, serta alunan nyinyir dalam shoegaze senantiasa dapat mengobati rasa gundah dan resah. Misalnya alunan Fragile yang dibawakan God is an Astronout atau Ivo milik Cocteau Twins yang selalu menjadi obat penawar resah dengan nada yang mendayu dengan lengkingan vocal yang membuat diri ini seperti berada dalam ruang yang begitu damai. Shoegaze juga –alih-alih- menjauhkan diri saya dari kebosanan akan rutinitas dan deraan musik mainstream yang tidak memberikan pencerahan.

Pencerahan, saya garis bawahi kata ini. Shoegaze, hampir selalu memberi saya rangsangan pada otak untuk berpikir keras untuk memecahkan berbagai masalah yang saya hadapi. Musik shoegaze memang tidak konfrontatif dalam aksi panggung. Namun lewat pilihan nada, pengaturan jenis suara dan irama yang disatukan menjadi sangat konfrontatif dan reflektif ketika didengarkan dalam kondisi tertentu. Terkadang saya merasa dalam titik nadir dan ingin bunuh diri perlahan ketika mendengar alunan shoegaze, misalnya ketika saya dengarkan Alice yang dibawakan Cocteau Twins atau Like Herod yang dimainkan Mogwai.
Di kesempatan lain, saya begitu sumringah ataupun ingin berteriak sekencang-kencangnya ketika telinga ini sedang mendengar shoegaze. Inilah efek yang saya rasakan ketika mendengarkan shoegaze. Disadari atau tidak, saya benar-benar kecanduan dengan shoegaze dan shoegaze menjadi salah satu bagian terpenting bagi hidup saya meskipun saya bukan pemusik dan hanya penikmat saja. Terserah orang bilang saya autis atau aneh, yang pasti dengan shoegaze saya bisa hidup dan mengatur ritme hidup agar senantiasa seimbang.

1 comment:

Anonymous said...

saya juga suka,lagu alice.. Seperti gambaran cinta dan kedamaian..

12 Hari Yang Menyiksa

Hai, apa kamu pernah tersiksa dalam rindu? Rindu, iya rindu. R I N D U  Kata itu, lima huruf dengan dua frasa yang sungguh menyiksa. Apakah ...