Wednesday, January 13, 2010

Outsourcing dan Air Mata Seorang Kawan

Selasa, 12 Januari 2010 mungkin menjadi hari yang biasa saja bagi sebagian besar orang lain di luar saya dan teman-teman training kerja saya. Selasa, 12 Januari 2010 atau jika bisa saya sebut sebagai 12 Jan 10 merupakan hari yang cukup bersejarah bagi saya dan teman-teman training kerja saya. Bagaimana tidak, hari tersebut merupakan hari pengumuman kelulusan dari training yang saya dan teman-teman saya ikuti di salah satu bank swasta nasional.
Tiga minggu lamanya saya dan teman-teman saya menjalani training. Dari mulai menerima materi layaknya mahasiswa di ruang kuliah, sampai dengan mentoring bersama senior kami. Semua itu merupakan proses yang harus kami lalui untuk mendapatkan satu jatah kursi kerja beserta hak dan tanggung jawabnya. Diakhir training kami pun harus menjalani ujian training, dimana ujian terbagi atas dua sesi. Pertama adalah ujian tulis, ujian ini merupakan ujian product knowledge dari perusahan tempat saya dan teman-teman saya mengikuti training. Kedua adalah ujian role play, ujian ini merupakan ujian praktek atau simulasi dari pekerjaan yang harus kami lakukan kelak, yaitu sebagai customer relation officer pada divisi call center. Layaknya ujian masuk perguruan tinggi, dalam ujian training itupun kami harus siap menerima kenyataan pahit jika kami tidak lolos karena nilai ujian kami dibawah nilai yang telah ditetapkan.
Buat saya pribadi, pekerjaan yang akan saya lakoni ini berbanding terbalik dengan latar belakang pendidikan saya. Untuk itu, dalam training ini saya memualai semuanya dari nol. Kondisi ini juga dialami oleh beberapa teman training kerja saya. Diantara mereka ada yang senasib dengan saya, yaitu banting steer demi mengais rupiah. Bahkan, demi pekerjaan dengan status pegawai OUTSOURCING. Bagaimana tidak, hampir semua perusahan-perusahaan besar di Indoenesia atau Jakarta khususnya menggunakan jasa OUTSOURCING dalam merekrut karyawan. OUTSOURCING! OUTSOURCING! Dan OUTSOURCING! Saya ulangi kata itu biar kita selalu ingat bahwa OUTSOURCING merupakan sistem yang harus selalu kita waspadai.
Dalam proses training yang saya dan teman-teman saya lalui banyak kejadian lucu yang kami lewati. Salah satunya adalah seorang teman saya yang saking pusingnya dengan materi training sampai jatuh sakit lalu salah minum obat. Alhasil, setiap pagi dia meminum dua kaleng susu cap beruang demi menetralisir racunnya. Tidak hanya itu, atas anjuran teman dia sampai harus mengoleskan balsam dengan bau yang menyengat kesekitar leher dan kepalanya serta menjalani CT scan untuk membuktikan bahwa otaknya baik-baik saja. Memang harus diakui bahwa kelas training kami agak berbeda dengan kelas yang lain. Kami menyebut kelas kami sebagai kelasnya orang autis. Hal ini karena tingkah laku saya dan teman-teman saya yang sering kali aneh dan berlebihan tiap kali mendapatkan materi training yang sulit dimengerti. Meski demikian, saya beranggapan bahwa kelas kami adalah kelas yang menarik dan menyenangkan.
Kembali lagi pada 12 Jan 10. Seperti yang saya katakan diatas, hari itu merupakan hari dimana nasib saya dan teman-teman saya ditentukan untuk satu tahun mendatang. Setelah menjalani training dan ujian akhirnya saya dan teman-teman saya akan mendengarkan pengumuman hasil nilai training sekaligus pengumuman mengenai siapa saja yang berhak menjadi karyawan OUTSOURCING diperusahaan kami mengikuti training. Satu, dua, tiga nama disebutkan satu persatu. Saya dan teman-teman saya saling pandang, jantung kami berdegup kencang seolah ingin menyeruak keluar. Saya mencoba tenang, teman disebelah saya berdoa disudut bibirnya.
Pengumuman selesai dibacakan. Tampaknya saya salah satu orang yang beruntung karena masuk dalam daftar peserta training yang lulus ujian sehingga berhak menjadi karyawan OUTSOURCING di perusahaan tersebut. Namun, tiba-tiba suasana janggal. Kami saling pandang dengan rasa cemas. Beberapa teman tidak lolos dan sisanya menyerah ditengah jalan. Kecemasan kami makin menjadi ketika salah seorang teman yang dikenal giat untuk menimba ilmu dan bersemangat untuk mengejar pekerjaan itu tidak lulus dalam ujian. Sebuah tamparan luar biasa bagi teman saya yang tidak lulus. Lalu, mau tidak mau dia meneteskan air mata tanda kecewa. Seketika, kesedihan menyelimuti suasana sore yang seharusnya bahagia. Kami semua bersedih dan seakan tidak rela jika salah satu teman saya yang giat itu harus menerima kenyataan pahit mengenai ketidak lulusannya.
Beberapa teman termasuk saya bergerak reaksioner. Kami coba melakukan semacam ‘advokasi’ dengan meminta pihak perusahaan memberi kesempatan sekali lagi kepada teman saya yang tidak lulus tersebut. Namun apa lacur, sistem terlalu kaku dan kokoh untuk kami robohkan. Tangan kami pun tak sanggup untuk sedikit menggetarkan tembok sistem yang angkuh. Teman saya yang tidak lulus akhirnya berhenti berharap dan mencoba lapang menerima kenyataan. Saya salut padanya, dia seorang pemuda perantauan dari seberang pulau yang mencoba peruntungan di Ibu kota. Sama halnya dengan saya, tapi tampaknya saya sedikit lebih beruntung. Namun demikian, impian yang kami bangun bersama untuk dapat tinggal bersama dalam satu rumah kontrakan kini terhempas begitu saja.
Saya terus berpikir, inikah realita pencari kerja di masa kini? Demi status pegawai OUTSOURCING pun kami harus meneteskan air mata. Entah titik mana yang harus di pertanyakan. Sistem yang ada dinegara inikah? Mentalitas bangsa inikah? Atau apa? Saya tetap menyesalkan tetesan air mata yang keluar demi pekerjaan dengan status pegawai OUTSOURCING. Namun disisi lain, saya dan teman-teman saya juga tidak bisa berkutik menghadapi situasi seperti ini. Semoga ada yang mau dan sempat mengadakan riset kecil mengenai OUTSOURCING dan sedikit memberi gambaran serta catatan kaki sebagai wacana baru yang bisa digulirkan.

No comments:

12 Hari Yang Menyiksa

Hai, apa kamu pernah tersiksa dalam rindu? Rindu, iya rindu. R I N D U  Kata itu, lima huruf dengan dua frasa yang sungguh menyiksa. Apakah ...